Sejarah Tanah Sepawon (bagian-2)

MASA PENDUDUKAN JEPANG

Akibat penyerbuan tentara Jepang 1942 Belanda kalah, tanah perkebunan yang dikuasai Belanda banyak yang terlantar. Sehingga tanah perkebunan tersebut kembali menjadi semak belukar. Kemudian, tanah-tanah tersebut dikelola oleh Jepang.
Dalam pengelolaannya Jepang memanfaatkan tenaga masyarakat yang tinggal di daerah itu untuk Romusha. Pada saat itu Jepang berusaha sekeras-kerasnya untuk meningkatkan produksi pangan guna memperkuat tentaranya. Jepang sendiri waktu itu sedang menghadapi peperangan melawan Sekutu.

Karena pada masa itu banyak warga laki-laki yang dipekerjakan sebagai Romusha. Sehingga, banyak tanah-tanah warga yang terlantar dan tak tergarap. Akhirnya, tanah tersebut menjadi semak belukar lagi. Ditambah lagi kontrol yang ketat dari Jepang yang mengakibatkan petani tidak bisa lagi mengelola tanah yang dimilikinya.

Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 setelah penjajahan Jepang berakhir juga merupakan kemerdekaan bagi warga Ngrangkah-Sepawon untuk kembali lagi bertani. Sebanyak 500 KK mulai kembali mengelola lahann garapannya.

Pada tahun 1946 atas perintah Bupati Kediri Jumari dengan melalui pamong praja setempat (diantaranya Marto dan Kasmi) warga mulai melakukan pembabatan kembali tanah pertanian warga yang tak terawatt. Tindakan menduduki dan memanfaatkan lahan terlantar tersebut tidak dinyatakan sebagai perbuatan penyerobotan yang melanggar hukum. Karena memang sebelumnya yang dikelola adalah tanah yang pada masa penjajahan Belanda sudah menjadi milik warga yang tinggal di daerah itu.

Bahkan pada saat Agresi Militer tahun 1947-1948, dimana pada waktu itu pihak Belanda mencoba mengurus sisa-sisa tanah yang pernah didudukinya dan dikelola menjadi perkebunan kembali. Hal itu sama sekali tidak mempengaruhi aktivitas warga dalam mengelola lahan garapanya. Belanda pun tidak mempersoal tentang keberadaan warga yang mengerjakan lahan warga. Asumsi yang berkembang karena kesepakatan batas tanah antara warga dan Belanda sudah tuntas.
Kemudian pada tahun 1950 Rombongan dari Kawedanan Pare datang mengunjungi warga dan menyarankan agar tanah-tanah yang telah ada dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya secara turun temurun. Dari sini keyakinan warga terhadap hak kepemilikan tanahnya semakin kuat. (bersambung....)

No response to “Sejarah Tanah Sepawon (bagian-2)”