MENGGUNAKAN VIDEO KAMPUNG


Distribusi video adalah tahap yang paling krusial dan selalu ramai dibicarakan oleh para pembuat video umum. Buat apa capek-capek membuat video, kalau pada akhirnya tidak ada yang menonton. Hal ini sebetulnya tidak boleh terjadi, karena sejak awal proses membuat video, sudah ditanyakan siapa audiens target dari video ini. Namun seringkali pertanyaan sederhana tersebut tidak mampu dijawab dengan detil oleh pembuat video.

Kebalikan dengan proses video kampung, audiens yang akan menjadi target sudah ditentukan dengan jelas yakni masyarakat di kampung mereka itu sendiri. Andaikata pembuat video kampung tidak dapat menyebut dengan spesifik, bukan masalah berarti. Hal ini dikarenakan para pembuat video kampung bersama fasilitator sudah berproses bersama dengan masyarakat kampung itu pula melakukan riset bersama dan kemudian memilih tema video yang akan diangkat.

Banyak orang menilai (terutama orang luar) bahwa pemutaran video kampung di kampung sendiri, tidak banyak gunanya, karena masyarakat sendiri sudah sangat mengenal kampungnya dengan baik. Pendapat ini secara logis memang masuk akal, tetapi pada kenyataannya bisa berbeda. Pengalaman di beberapa desa selama ini menunjukkan bahwa masyarakat justru berbondong-bondong ingin melihat video kampung mereka.

Sebagai sebuah produksi, tidak usahlah kita kuatir bahwa karya orang kampung tidak akan ditonton. Bahkan sangat besar kemungkinan melebihi sasaran audiens target. Namun fungsi video kampung seperti di jelaskan di muka, tidak hanya sebatas itu. Salah satu tujuan video kampung adalah sebagai media untuk mendorong terjadinya proses pendidikan yang membebaskan. Supaya terjadi proses tersebut maka video kampung harus mampu menumbuhkan kepekaan (sensitif) terhadap persoalan-persoalan dasar yang sedang terjadi dikampungnya dan selama ini justru diabaikan.

Sebagai instrumen yang membantu proses pemahaman masalah atau materi yang sedang dibahas, maka video kampung harus mampu untuk mempermudah, mengkomunikasikan, mengungkapkan hal-hal yang rumit menjadi sederhana. Jadi sebagai alat, media video bisa digunakan untuk beberapa tujuan, tetapi tidak untuk semua tujuan.

Untuk itu maka media tersebut tidak dapat dilepas/ disebar secara bebas. Harus ada seorang fasilitator yang dapat memandu proses pendidikan hingga mencapai tujuan. Dan yang perlu diingat adalah, tidak mungkin proses fasilitasi tersebut berlangsung sekali saja pada saat pemutaran video. Kekuatan lain dari proses menggunakan media ini adalah adanya hubungan yang simetris antara pemberi pesan dan penerima pesan. Hubungan yang simetris menjadikan media bukan menjadi alat peraga (ilustrasi) saja, supaya diskusi tidak membosankan. Melainkan lebih luas lagi yakni sebagai alat memindahkan kekuasaan dari pemberi informasi ke penerima informasi menjadi saling berbagi informasi. Dengan demikian video ini harus mampu menjadi sandi (code) diorama kehidupan tentang suatu kejadian, gejala atau permasalahan tertentu. Kemudian mengajak partisipan (penerima pesan) berpikir tentang sesuatu, mendiskusikannya bersama, berdialog untuk menemukan pemaknaan (kodifikasi/ encoding) atas diorama kehidupan. Kemudian menemukan bersama pemahaman, pengetahuan dan kesadaran baru dari suatu diorama kehidupan (dekodifikasi/ decoding).

Jika mereka kemudian melangkah lebih maju dengan menyusun gagasan dan rencana, apalagi sampai benar-benar melakukan tindakan nyata, untuk merubah dan memperbaiki keadaan, gejala, atau permasalahan, maka mulailah terjadi suatu “perubahan kearah perbaikan” (transformasi). Setelah melakukan tindakan itu, mereka kembali lagi memikirkan dan mendiskusikannya, mulai lagi suatu proses kodifikasi baru, berlanjut terus ketahap dekodifikasi dan kemudian transformasi berikutnya.

Jadi sekali lagi video komunitas ini harus dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan segenap indera penerima pesan sehingga dapat mendorong terjadinya proses tindakan/ transformasi. Kalau suatu masyarakat menghayati dan mengamalkan daur proses ini kedalam kehidupan sehari-hari mereka, maka sesungguhnya suatu “masyarakat yang terus menerus memperbaiki dan memperbaharui diri mereka sendiri secara kritis” (transformative society) telah berlangsung.

Ada kalanya masyarakat membuat video yang dipakai untuk tujuan untuk kampanye terhadap sesuatu permasalahan di komunitasnya. Faktor distribusi kepada audiens target supaya menonton video ini secara prinsip adalah sama. Hanya diperlukan sedikit strategi dan cara yang berbeda dalam mengkomunikasikannya. Penggunaan media untuk kampanye sedapat mungkin harus menggunakan penyampai pesan yang dapat menjalankan fungsi sebagai fasilitator proses. Dengan tetap dipandu, diharapkan distorsi informasi dapat dicegah atau dikurangi, sekaligus sebagai upaya menerobos kerumunan berbagai informasi di penerima pesan/ audiens.

Dari uraian singkat di atas, beberapa prinsip dalam mempergunakan video komunitas adalah:
1.Video komunitas adalah alat untuk mendorong proses pendidikan yang membebaskan
2.Keberadaan fasilitator adalah mutlak untuk memproses penggunaan video
3.Ingat selalu siapa target audiens dan apa tujuan membuat film
4.Tetaplah kreatif menghadapi situasi yang ada, supaya proses selalu menarik dinikmati

LANGKAH-LANGKAH MENGGUNAKAN VIDEO

Pada Tahap Persiapan
1.Tentukan waktu, lokasi yang tepat secara bersama untuk memutar produksi video. Persiapkan alat dengan baik.
2.Meski di komunitas sendiri, jangan lupa memberitahu pimpinan setempat.
3.Siapkan dua orang fasilitator yang sudah terlatih dan menguasai materi. Setidaknya satu orang dari komunitas.
4.Persiapkan alat dengan baik, agar supaya pada saat pemutaran alat bekerja dengan baik.
5.Cek tempat beserta sarananya seperti listrik, air dan kondisi pencahayaan.
6.Siapkan beberapa informasi singkat yang mendukung pelaksanaan ini, seperti sinopsis, jadual acara dll.

Pada Tahap Pelaksanaan
1.Fasilitator membuka dengan singkat tentang maksud dan tujuan dari pemutaran video ini,
2.Fasilitator mempersilakan pembuat film menceritakan proses membuat film, terutama keasikan dan kendalanya dan sinopsis singkat saja.
3.Sebelum memutar video, fasilitator menjelaskan secara singkat bahwa dia meminta komentar dari audiens tentang apa saja, baik atau buruk.
4.Film diputar
5.Fasilitator mulai memandu jalannya diskusi, dengan melempar pertanyaan yang mudah dijawab. (cara melempar pertanyaan dan bagaimana memprosesnya dapat dilihat pada buku pendidikan populer, Insist, 2002)
6.Fasilitator harus mampu untuk menyimpulkan dan merencanakan tindakan selanjutnya setelah pertemuan ini

Pada Tahap Evaluasi
1.Fasilitator dan tim produksi video komunitas membahas tentang hasil pemutaran video
2.Fasilitator dan tim produksi menetapkan rencana tindak lanjut berikutnya.

No response to “MENGGUNAKAN VIDEO KAMPUNG”